MAKALAH HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN



“PEMBANGUNAN DAN PENATAAN PEMUKIMAN,RUMAH SUSUN, DAN TINJAUAN TENTANG HUKUM PERIKATAN”




























Disusun Oleh :

REYHANSYAH ACHDIKA PUTRA

25315801

3TB04








FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR UNIVERSITAS GUNADARMA



2017/2018


DAFTAR ISI




Daftar Isi........................................................................................................................................................................

Kata Pengantar............................................................................................................................................................

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................................................................................

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................................................

1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................................................................

1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................................................................................

BAB II: PEMBAHASAN

2.1. UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman................................................................

2.2. Kebijakan tentang Pembangunan Rumah Susun.....................................................................................

2.3. Kebijakan tentang Pembangunan Rumah Susun.....................................................................................

BAB III: PENUTUP

3.1. Kesimpulan..........................................................................................................................................................

3.2. Saran.......................................................................................................................................................................

Daftar Pustaka.............................................................................................................................................................































KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada saya selaku penyusun untuk menyelesaikan tulisan makalah ini yang berjudul “Pembangunan dan Penataan Pemukiman, Rumah Susun,dan Tinjauan Tentang Hukum Perikatan”. yang dibimbing oleh Ibu Riswantie .
Adapun penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan beberapa tugas mata kuliah “Hukum dan Pranata Pembangunan”.
Saya sampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang sudah mendukung saya selama berlangsungnya pembuatan makalah ini. Saya juga berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap pembaca.
Disertai keseluruhan rasa rendah hati, kritik dan saran yang membangun amat saya nantikan dari kalangan pembaca agar nantinya meningkatkan dan merevisi kembali pembuatan makalah di tugas lainnya dan di waktu berikutnya.


Depok,....November 2017
penyusun


Reyhansyah Achdika Putra


























BAB I

PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu negara hokum, dimana setiap aturan di atur oleh UUD dan setiap pelanggaran di atur dalam hukum. Hukumk sendiri adalah susunan dari aturan-aturan yang tertata sedemikian rupa ini, memudahkan orang/masyarakat apabila suatu saat terlibat dalam suatu peristiwa hukum dan harus menyelesaikannya. Maka dari itu, dapat dijabarkan bahwa hukum tata negara adalah susunan hukum yang mengatur suatu negara dan telah disahkan oleh pemerintah, yaitu antara lain, dasar pendirian, struktur kelembagaan serta pembentukan lembaga-lembaga negara, maupun hubungan hukum yang mencakup hak dan kewajiban antar lembaga negara, wilayah, dan warga negara. Salah satu bentuk dari adanya tata hukum di Indonesia adalah Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku.

Hukum Pranata Pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai peraturan resmi yang mengatur segala bentuk interaksi atau kegiatan yang berlaku bagi individu atau kelompok dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidup bersama.. Dalam bidang arsitektur bentuk interaksi pembangunan didasari oleh adanya hubungan kontrak. Artinya dalam kegiatan yang lebih jelas, adalah interaksi antar pemilik/perancang/pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang atau bangunan untuk kebutuhan bermukim. Selain hubungan kontrak, kegiatan ini juga dapat mengukur hasil dari kriteria barang publik.

Contohnya adalah pembangunan pemukiman dan rumah susun. Contoh ini paling dekat di lingkungan sekitar mengingat Jakarta adalah kota metropolitan yang padat pemukiman dan juga banyak berdirinya rumah susun.. Pembangunan rumah susun sendiri merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman tertutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat. Tujuannya pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, kepadatan pemukiman, dan membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai cara peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.







1.2     Rumusan Masalah


Dalam penulisan kali ini saya akan merumuskan beberapa permasalah yang akan dibahas.

Yakni, sebagai berikut:

1.       UU No. 4 tahun 1992 tentang Pemukiman

2.       Kebijakan tentang pembangunan Rumah Ssun (rusun)

3.       Hukum Perikatan mengenai perjanjian dan Undang-Undang




1.3     Tujuan Penulisan


Dalam penulisan kali ini saya memiliki beberapa tujuan, yakni, sebagai berikut:

1.       Memahami UU No.4 tahun 1992 tentang Pemukiman

2.       Memahami kebijakan tentang pembangunan Rumah Susun (rusun)

3.       Memahami Hukum Perikatan mengenai perjanjian dan Undang-Undang





1.4     Manfaat Penulisan


Dalam penulisan kali ini saya ingin memperoleh beberapa manfataat, yani, sebagai berikut:

1.     Pengetahuan dan pemahaman UU No. 4 tahun 1992 tentang Pemukiman

2.    Pengetahuan dan pemahaman kebijakan tentang pembangunan Rumah Susun (rusun)

3.    Pengetahuan dan pemahaman tentang Hukum Perikatan mengenai perjanjian dan Undang-Undang





























BAB II

PEMBAHASAN


2.1 UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman


Cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat dalam UUD 1945, perlu adanya pembangunan nasional yang pada hakikatnya membangun masyarakat Indonesia secara utuh, yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan sejahtera. Pembangunan nasional bisa dilakukan dalam berbagai bidang seperti sosial budaya, politik, ekonomi, maupun infrasturuktur.

Infrastruktur fisik dan sosial dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang dibutuhkan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam sektor perumahan dan pemukiman tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi namun juga meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia.

Semakin pesatnya jumlah populasi manusia, diikuti oleh kemajuan kualitas pembangunan pemukiman guna terlaksananya suatu perumahan yang layak, sehat, aman, dan berkualitas yang berlandaskan pada pancasila dan UUD 1945. Pengembangan dan peningkatan pembangunan perumahan perlu diupayakan oleh pemerintah dan lembaga yang terkait. Dalam hal ini dibuatlah UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Undang-Undang ini memuat 42 pasal yang terdiri dari 8 bab, yang dapat diringkas sebagai berikut;

1.       BAB 1: KETENTUAN UMUM (pasal 1 dan 2), dalam bab ini dijelaskan mengenai rumah, perumahan, pemukiman, dsb dan tentang lingkup peraturan.

2.       BAB 2: ASAS DAN TINJAUAN (pasal 3 dan 4), menjelaskan tentang tujuan penataan perumahan dan pemukiman.

3.       BAB 3: PERUMAHAN (pasal 5 s/d 17), menjelaskan aturan-aturan tentang hak dan kewajiban warga negara dalam pembangunan perumahan.

4.       BAB 4: PERMUKIMAN (pasal 18 s/d 28), menjelaskan bahwa rencana tata ruang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda), pemerintah memberi bimbingan dan bantuan kepada masyarakat dalam pengawasan bangunan untuk meningkatkan kualitas permukiman.

5.       BAB 5: PERAN SERTA MASYARAKAT (pasal 29), berisi tentang hak dan kewajiban yang sama bagi setiap warga negara dalam membangun.

6.       BAB 6: PEMBINAAN (pasal 30 s/d 35), menjelaskan bahwa pemerintah melakukan pembinaan agar masyarakat menggunakan teknologi tepat guna.






7.       BAB 7: KETENTUAN PIDANA (pasal 36 dan 37), berisi tentang sanksi yang diterima bila melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan di atas.

8.       BAB 8: KETENTUAN LAIN-LAIN (pasal 38 s/d 40), mengatur tentang pencabutan badan usaha yang melakukan pelanggaran atas pasal pasal diatas.



Berlakunya UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman sebagai wujud aturan perundang-undangan terhadap populasi masyarakat Indonesia yang terus meningkat sehingga terciptanya pembangunan Perumahan dan Permukiman yang aman,sehat,bersih, dan berkualitas dan tidak melanggar hukum yang ada di Indonesia guna hadirnya kesejahteraan bukan hanya dari sektor eknomi saja namun juga sosial dan budaya. Keberadaan ini juga diharapkan dapat mendorong Indonesia sebagai negara yang berkawasan tertib dan luas tanpa harus menganggu keberadaan ruang publik yang ada.



2.2 Kebijakan tentang Pembangunan Rumah Susun

Pemukiman dan perumahan merupakan kebutuhan utama (kebutuhan primer) yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Penting adanya peningkatan maupun memperluas ruang pemukiman dan perumahan yang layak bagi masyarakat yang dapat dipenuhi seluruh kalangan terutama yang berpenghasilan rendah. Adapun berbagai masalah yang sering terjadi dalam pembangunan pemukiman dan perumahan, seperti, terbatasnya lahan di daerah perkotaan. Dalam rangka peningkatan daya guna lahan bagi pembangunan pemukiman dan perumahan terutama dalam kawasan padat penduduk, perlu dilakukannya upaya penataan lahan sehingga pemanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Solusi yang banyak kita temui adalah pembangunan rumah susun atau rusun.

Rumah Susun atau disingkat Rusun, kerap dikonotasikan sebagai apartmen versi sederhana, walaupun sebenarnya apartmen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Dalam UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, dituliskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distruktur secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pembangunan rumah susun menjadi pemecah masalah bagi pemukiman dan perumahan pada lokasi yang padat penduduk, terutama kawasan perkotaan yang jumlah penduduknya selalu meningkat sedangkan ketersediaan lahan justru terbatas. Pembangunan rumah susun juga dapat







membuka ruang gerak perkotaan agar lebih lega dalam hal ini juga membantu adanya peremajaan kota.

Pembangunan rumah susun di Indonesia memberikan kemudahan bagi semua kalangan untuk memiliki dan menikmati hunian yang layak. Tujuan dan ruang lingkup penyelenggaraan rumah susun diharapkan senantiasa berfokus pada pemenuhan kebutuhan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Menurut Pasal 2 UU No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, penyelenggaraan rumah susun berdasarkan pada:

1.       Kesejahteraan

2.       Keadilan dan pemerataan

3.       Kenasionalan

4.       Keterjangkauan dan kemudahan

5.       Keefisienan dan kemanfaatan

6.       Kemandirian dan kebersamaan

7.       Kemitraan

8.       Keserasian dan keseimbangan

9.       Keterpaduan

10.   Kesehatan

11.   Kelestarian dan berkelanjutan

12.   Kesalamatan, kenyamanan, dan kemudahan dan,

13.   Keamanan, ketertiban, dan ketertaturan

Penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk:

1.       menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;
2.       meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

3.       mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;

4.       . mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif;

5.       memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR;





6.       memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun;

7.       menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan
8.       memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

Lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi:

1.    pembinaan;

2.    perencanaan;

3.    pembangunan;

4.    penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan;

5.    pengelolaan;

6.    peningkatan kualitas;

7.    pengendalian;

8.    kelembagaan;

9.    tugas dan wewenang;

10.  hak dan kewajiban;

11.  pendanaan dan sistem pembiayaan; dan

12.  peran masyarakat.

Adanya upaya pembangunan rumah susun oleh pemerintah, khususnya di lingkungan Ibukota diharapkan bukan hanya dapat memenuhi kebutuhan akan hunian yang layak saja, tapi juga memberikan wadah yang nyaman bagi manusia dalam lingkup kekeluargaan dan kesejahteraan. Masyarakat yang diberikan solusi dan kewenangan dalam menjalani pun harus bekerja sama dalam mewujudkan beberapa tujuan yang telah dijabarkan oleh pemerintah dalam pembangunan rumah susun. Hal ini tentu juga dapat mendorong adanya rasa kemandirian dan aksi pemeliharaan guna menciptakan keadaan hunian yang bersahabat dengan kualitas yang lebih baik. Masyarakat harus lebih menyadari bahwa adanya hubungan dan kerjasama yang baik dengan pemerintah maka sejatinya keberadaan rumah susun akan tetap memiliki nilai guna yang baik dan tepat.



2.3 Hukum Perikatan Mengenai Perjanjian dan Undang-Undang

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak. Suatu perikatan akan lahir karena adanya perjanjian ataupun karena undang-undang. Perikatan yang timbul





karena Undang-Undang ialah perikatan yang lahir dari undang undang karena akibat dari perbuatan manusia, jadi bukan orang yang berbuat untuk menetapkan adanya perikatan, melainkan UU yang menetapkan adanya perikatan. Dalam perikatan yang timbul dari UU, tidak berlaku asas kontrak seperti halnya yang ada pada perikatan yang timbul dari perjanjian. Perjanjian disini dapat diartikan sebagai pengucapan janji oleh satu pihak ke pihak lain, antara kedua pihak tersebut ataupun lebih, yang kemudian disepakati bersama, ada maupun tidaknya perantara. Adapun Suatu perikatan yang lahir dari perjanjian dikarenakan hal tersebut memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian adalah suatu hal yang konkret.

Jenis hukum perikatan dapat dibagi menjadi:


1.       Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada syarat tertentu.

2.       Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya dikaitkan pada waktu tertentu atau dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.

3.       Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pihak yang satu dan satu orang pihak yang lain. Akan tetapi, sering terjadi salah satu pihak atau kerdua belah pihak terdiri dari lebih dari satu orang.

Unsur-unsur perikatan adalah hubungan hukum, harta kekayaan, pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak, serta prestasi. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

1.     Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2.     Perikatan yang timbul dari undang-undang.

3.     Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).

Sedangkan sumber perikatan berdasarkan undang-undang ialah :


1.     Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

2.     Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

3.     Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Selanjutnya, asas-asas dalam hukum perikatan ialah:







1.       Asas kebebasan berkontrak

2.       Asas kobsesualisme

3.       Asas kepastian hukum

4.       Asas itikad baik (good faith)

5.       Asas kepribadian (personality)

Perjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa,dan perjanjian pinjam-meminjam. Sedangkan menurut KUHPer Pasal 1313, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Berikut akan dijabarkan asas-asas perjanjian, syarat sah terjadinya perjanjian, dan jenis-jenisnya.

Asas-asas Perjanjian

1.       Sistem terbuka. Asas ini mempunyai arti bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas dalam menentukan hak dan kewajibannya. Asas ini disebut juga asa kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPer).

2.       Bersifat pelengkap. Artinya pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang mebuat perjanjian itu menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari undang-undang.

3.       Konsensualisme . Artinya bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Hal ini sesuai dengan syarat syahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPer).

4.       Kepribadian. Mempunyai arti bahwa, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1315 KUHPer, pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.

Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

1.     Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian, harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu.

2.     Kecakapan untuk membuat perjanjian itu. Pada dasarnya, setiap orang yang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika oleh Undang-Undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUHPer)





3.     Adanya suatu hal tertentu. Suatu hal yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan

4.     Adanya suatu sebab yang halal



Jenis-jenis Perjanjian

1.       Perjanjian timbal-balik (hak dan kewajiban)

2.       Perjanjian sepihak (menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja)

3.       Perjanjian cuma-cuma (menimbulkan keuntungan pihak lain)

4.       Perjanjian atas beban (kedua prestasi ada hubungan hukum)

5.       Perjanjian konsensuil (kesepakatan antar 2 pihak)

6.       Perjanjian riil (kesepakatan disertai penyerahan nyata barangnya)

7.       Perjanjian bernama (diatur UU) dan tak bernama (tak diatur UU)



Dalam hukum perikatan dikenal adanya prestasi, yaitu yang dimaksud dengan prestasi ialah kewajiban yang harus dipenuhi tiap-tiap pihak sesuai dengan isi perjanjian dan berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.

Wanprestasi berarti kelalaian tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian. Akibat yang ditimbulkan dari wanprestasi ini bisa menimbulkan kerugian pada kreditur. Maka akan ada sanksi bagi debitur antara lain ada 4 sanksi, yaitu:

1.         Debitur harus mengganti kerugian yang diderita kreditur

2.         Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian

3.         Peralihan resiko pada debitur sejak terjadinya wanprestasi

4.         Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim.


Dapat disimpulkan bahwa perjanjian atau persetujuan menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan kekayaan dan mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian. Jika itu belum memiliki konsekuensi hukum, suatu perjanjian tidak sama artinya dengan kontrak.



















BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dapat di ambil kesimpulan bahwa setiap pemukiman dan perumahan merupakan sesuatu yang menjadi kebutuhan utama bagi manusia., Indonesia sekarang telah melakukan berbagai bentuk pembangunan infrastruktur yang bisa dibilang cepat seiring bergantinya zaman. Namun pada faktanya, pemukiman dan perumahan sebagai bagian dari upaya pembangunan nasional masih saja menghasilkan suatu permasalahan yang sudah menjadi “PR” bagi pemerintah maupun masyarakat sendiri sejak dulu. Seperti contoh, penataan pemukiman dan perumahan di kawasan perkotaan yang semakin padat, semakin terlihat tidak layak. Selain itu, pemukiman padat juga dapat mempersempit ruang gerak publik yang ada. Tentu ada solusi yang bisa dilakukan apabila kerjasama pemerintah dan masyarakat bisa terjalin dengan baik.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan dalam penataan pemukiman dan perumahan adalah dengan membangun Rumah Susun. Jakarta sebagai kota metropolitan yang sangat padat populasi banyak menjadikan rusun sebagai pemecah masalah kepadatan. Rusun sendiri juga di ditargetkan untuk semua kalangan agar dapat memiliki hunian yang aman dan nyaman terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Dengan adanya pembangunan rusun, pemerintah dan masyarakat bisa saja bekerja sama untuk fokus kembali menata kawasan perkotaan yang tadinya sempit akibat ruang gerak yang semakin kecil, bisa kembali menjadi kawasan perkotaan yang nyaman, bersih, efisien, dan produktif.

Pembangunan rusun memiliki ketentuan dan peraturan sendiri. Ketika ingin memiliki rusun ada hal-hal yang perlu kita sepakati bersama. Dalam praktik yang sering kita jumpai, pihak pengembang yang memasarkan satuan rumah susun sebelum bangunan rumah susun selesai sebenarnya dapat dilakukan. Hal ini dapat dikaitkan dengan hukum perjanjian maupun hukum perikatan karena melibatkan transaksi jual beli ataupun penyewaan. Hal ini sudah diatur dalam UU maupun KUHP agar kepemilikan sebuah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.



3.2 Saran

Dalam upaya pembangunan, penataan, maupun pemeliharaan pemukiman dan perumahan ada baiknya apabila terjalin kerjasama antar pemerintah dan masyarakat. Pembangunan yang diupayakan oleh pemerintah sejatinya memiliki tujuan agar terciptanya kondisi yang baik dan efisien bagi masyarakat. Maka dari, kembali ke masyarakat sendiri bagaimana mengupayakan pemeliharaan sebagai bentuk penghargaan atas pembangunan tersebut.






























































Komentar

Postingan Populer